Desa Bone-bone, 26 Juli 2011
Pagi buta (masih) di rumah Pak Idris, kami sudah siap dengan semua alat perang,hhe.. Hari ini kami akan melakukan pengabdian masyarakat kecil-kecilan yang merupakan bagian dari rangkaian kegiatan kami. Simpel, cara cuci tangan dan gosok gigi yang baik dan benar, namun semoga bermanfaat besar bagi para malaikat kecil penerus bangsa di SD nun jauh ini.
|
gerbang menuju masa depan, SDN 159 Bone-bone |
Sekolah Dasar Negeri 159 Bone-bone, Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan : tempat ini adalah satu-satunya sekolah yang ada di desa Bone-bone. SMP ? SMA ? belum ada, sehingga untuk meneruskan sekolah ke tingkat lanjut anak-anak disini harus menempuh perjalanan hingga ke desa tetangga. Jangan ditanya seberapa jauh jaraknya, akan lebih cepat jika ditempuh dengan kendaraan tentunya. Inilah potret kehidupan sebagian kecil masyarakat di Indonesia, jauh dari fasilitas yang memadai bahkan hanya untuk bersekolah pun mereka bingung hendak kemana. Tidak meratanya pendidikan perlu menjadi agenda dan tugas besar bagi setiap warga di negara ini untuk memperhatikan dan mencari solusinya. Adalagi hal yang membuatku tertegun, guru yang mengajar di sekolah ini hanya ada empat orang saja untuk mengajar di enam kelas. Dua orang berdomisili di Bone-bone sekaligus menjadi penjaga dan pengurus sekolah, yang dua lagi harus menempuh perjalanan berjam-jam untuk sampai di SD ini. Setiap hari beliau rela bolak-balik demi membagikan ilmu yang mereka punya.
Subhanallah..
|
kenalan dulu yok sama Pak Guru, hehe.. |
|
Ayu dan Widda memberikan pengarahan cara sikat gigi yang baik dan benar |
Sebelum melakukan praktek cuci tangan dan gosok gigi bersama, beberapa dari kami masuk ke kelas untuk perkenalan dan memberikan pengarahan, sedangkan yang lain mempersiapkan perlatan dan tempat. Sesi pertama membuat kami sedikit kesulitan, anak-anak kelas satu hingga kelas tiga banyak yang belum bisa berbahasa Indonesia sehingga terjadilah semacam bahasa isyarat ketika mereka berbicara kepada kami. Anak-anak ini juga masih malu-malu dengan kedatangan kami, namun ini semua tidak lantas membuat kami berantakan walaupun begitu acara tetap berlangsung lancar sesuai rencana. Sesi dua membuat kami sedikit lebih santai, anak-anak kelas empat hingga kelas enam sangat komunikatif sehingga suasana pun mencair dengan canda tawa dan tentunya berakhir lancar sesuai rencana.
|
antri dulu ya adik-adik :) |
|
sikat ayo sikat :D |
|
nah sekarang cuci tangannya juga ya :) |
|
foto bersama di SDN 159 Bone-bone, senyuuuuum ! |
Hari yang sangat menyenangkan, entah kenapa setiap melihat canda tawa anak-anak membuatku lupa akan segala hal. Dan membuatku ingin berlama-lama bersama mereka. Namun sayang, lagi-lagi waktu yang harus memisahkan. Hari ini terakhir kalinya kami berkegiatan di Bone-bone. Sore nanti truk sayur akan datang karena bertepatan dengan hari pasar, kami pun menumpang hingga ke kota. Semua barang sudah ter-packing rapi, truk pun telah datang, ah rasanya aku tidak ingin pulang, aku sudah merasa nyaman disini. Berpamitan dengan ibu dan adik-adik membuatku ingin meneteskan air mata pertanyaan demi pertanyaan pun muncul di benakku. Kapan kesini lagi ? Kapan bisa bertemu lagi ? Kapan, kapan, kapan ? Berpisah itu menyakitkan, tapi harus kami lakukan karena setiap manusia memang memiliki jalan berbeda untuk hidupnya, dan jalan kami adalah kembali ke Jogja untuk menuntut ilmu.
|
tim bersama istri dan anak bungsu dari Pak Idris
*Pak Idris belum pulang kerja |
|
bersama Pak Idris
*gak sengaja ketemu di perbatasan desa |
Seiring dengan lambaian tangan kecil anak Bone-bone pada kami, teriring pula doa agar apa yang kami lakukan dapat membawa manfaat bagi semua warga disini. Subhanallah, betapa mereka semua sangat menginspirasi, semoga aku pun dapat mengambil pelajaran dari keajaiban mereka.
|
sampai jumpa lagi Bone-bone :) |
Truk ini akan membawa kami ke kota Cakke, tempat tinggal keluarga Nanang. Nanang yang sewaktu menemani kami baru saja tiba dari Medan karena mengikuti acara Temu Wicara Mapala se-Indonesia, bermaksud untuk menemui keluarganya sebentar untuk memberi kabar. Kami yang menganggap Nanang adalah kompas, sudah pasti kami ikut saja, hhee.. Dari Cakke kami melanjutkan perjalanan pulang dengan men-carter angkutan umum (lagi).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar