Senin, 17 September 2012

sepuluh menit, untuk sebuah puisi


Aku mendengarmu berbisik di balik Puncak megahmu
Memanggil-manggil ke negeri di atas awan
Tergesa-gesa ku seret tubuh lemahku
Menapaki tiap kesabaran yang kau janjikan
Aku yakin kau tak kan pernah mengingkarinya

Setiap jengkal langkah adalah keberanian
Keberanian melawan ketidakberdayaan
Setiap tetes peluh adalah pengorbanan
Pengorbanan atas suatu impian
Itu yang kau katakan padaku

Perlahan cahaya petang meredup dari pandangan,
Berganti langit muram menyaksikan malam,
Gemericik air berkejar-kejaran membasahi kehidupan,
Angin pun turut serta menghujam tiap persendian tulang,
Aku tahu inilah caramu menyambutku

Bentangan eddelweis mu selalu membayangi,
Membuat diri ini ingin segera bersandar pada keabadiannya,
Menyaksikan mentari perlahan naik bersamamu,
Mandalawangi …
Aku cinta pada caramu menyadarkanku

Mandalawangi, Gunung Pangrango 2011 - Tanti

*Bongkar-bongkar folder lama di laptop eh ketemu puisi di atas yang ku buat sebagai tugas menulis cerita perjalanan yang menjadi kebiasaan di MAPAGAMA. Kala itu kami (cewek-cewek MAPAGAMA) baru saja sampai di Jogja setelah mendaki Gunung Pangrango di Jawa Barat dalam rangka memperingati Hari Kartini. Tidak ada banyak waktu untuk menulis cerita, Mandalawangi berhasil membuatku menyusun sebuah puisi hanya dalam sepuluh menit saja. WOW, padahal dalam keseharian ini bukan pekerjaan mudah bagi saya bung !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar